AIDS ( Acquired Immunodeficiency
Syndrome ) disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ).
Setelah terjadi infeksi virus HIV di dalam tubuh, virus
menuju kelenjar limfa dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari.
Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam penyakit flu disertai viremia
hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfa, sindrom ini akan hilang
sendiri setelah 1 - 3 minggu.
Keadaan viremia ( kadar virus yang tinggi dalam darah ) dapat diturunkan oleh sistem
imun tubuh, proses ini berlangsung berminggu - minggu sampai terjadi
keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respon
imun. Titik keseimbangan disebut set poin dan sangat penting dalam menentukan
perjalanan penyakit selanjutnya. Perubahan antibodi negatif menjadi positif (
serokonversi ) terjadi 1 - 3 bulan setelah infeksi dan dilanjutkan dengan masa
tanpa gejala.HIV AIDS dapat ditularkan melalui :
1. Hubungan seksual.
Resiko penularan 0,1 - 1 % tiap hubungan seksual.
2. Penularan melalui darah.
- Transfusi darah yang mengandung HIV
dengan resiko penularan 90 - 98 %.
- Tertusuk jarum yang mengandung HIV
dengan resiko penularan 0,03 %.
- Terpapar mukosa yang mengandung HIV dengan resiko penularan 0,0061 %.
3. Transmisi dari ibu ke anak.
- Periode kehamilan.
- Saat persalinan dengan resiko penularan 50 %.
- Melalui air susu ibu dengan resiko penularan 14 %.
Indikasi tes HIV adalah kecurigaan kemungkinan resiko
penularan melalui pecandu narkotika suntikan, melakukan hubungan seksual yang
tidak aman, pasien penyakit menular seksual, pasien hemofilia, tusukan jarum
yang telah digunakan pada orang terinfeksi HIV, serta bayi yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV. Tes ini dapat dilakukan pada masa tanpa gejala. Seseorang yang
dianggap menderita AIDS jika menunjukkan tes HIV positif dengan strategi
pemeriksaan yang sesuai dan sekurang - kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang
berkaitan dengan 1 gejala minor dan gejala - gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. Yang termasuk gejala
mayor dan minor adalah :
Gejala mayor.
Gejala mayor.
- Berat
badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan.
- Diare
kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
- Demam
yang berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
- Penurunan
kesadaran dan gangguan neurology.
- Demensia.
Gejala minor.
- Batuk
menetap lebih dari 1 bulan.
- Dermatios
generalisata yang gatal.
- Herpes
zoster yang berulang.
- Herpes
simpleks kronis progresif.
- Kandidiosis
orofaring.
- Limfadenopati
generalisata.
- Infeksi
jamur berulang pada alat kelamin wanita.
Gejala klinis infeksi HIV terjadi bertahap sesuai perjalanan
penyakit berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4 ( reseptor pada limfosit T4
yang menjadi target sel utama HIV ), meliputi :
1. Infeksi retroviral akut.
Frekuensi gejala infeksi retroviral akut sekitar 50 - 90 %. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan, nyeri otot, bercak - bercak merah pada kulit seperti morbili, luka pada mukosa kulit, diare dan leucopenia. Sebagian pasien mengalami gangguan fungsi saraf yang biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa tanpa gejala ( asymptomatic ).
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap yang berlangsung setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan.
3. Masa gejala dini.
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antara 100 - 300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bacterial, kandidiosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, dan TBC paru.
4. Masa gejala lanjut.
Pada masa ini jumlah CD4 di bawah 200. Penurunan daya tahan yang lanjut ini menyebabkan resiko tinggi terjadinya infeksi opportunistic berat seperti pneumocytosis atau malignancies seperti kaposis sarkoma sebagai tahap akhir infeksi HIV.
( Opportunistic infections such as pneumocystosis or malignancies such as kaposis sarcoma can signal the final stage of HIV infection )
Secara medis pengobatan terhadap HIV AIDS belum terbukti efektif, untuk itu perlu dilakukan upaya sebagai berikut :
1. Infeksi retroviral akut.
Frekuensi gejala infeksi retroviral akut sekitar 50 - 90 %. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan, nyeri otot, bercak - bercak merah pada kulit seperti morbili, luka pada mukosa kulit, diare dan leucopenia. Sebagian pasien mengalami gangguan fungsi saraf yang biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa tanpa gejala ( asymptomatic ).
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap yang berlangsung setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan.
3. Masa gejala dini.
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antara 100 - 300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bacterial, kandidiosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, dan TBC paru.
4. Masa gejala lanjut.
Pada masa ini jumlah CD4 di bawah 200. Penurunan daya tahan yang lanjut ini menyebabkan resiko tinggi terjadinya infeksi opportunistic berat seperti pneumocytosis atau malignancies seperti kaposis sarkoma sebagai tahap akhir infeksi HIV.
( Opportunistic infections such as pneumocystosis or malignancies such as kaposis sarcoma can signal the final stage of HIV infection )
Secara medis pengobatan terhadap HIV AIDS belum terbukti efektif, untuk itu perlu dilakukan upaya sebagai berikut :
- Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan vitamin yang cukup.
- Menyalurkan hobi dan tetap berusaha bekerja.
- Memberikan pandangan hidup yang positif terhadap penderita.
- Dukungan psikologis dan social.
0 komentar:
Posting Komentar